Indonesia termasuk salah satu negara penghasil minyak atsiri terbesar di dunia, dan minyak ini juga merupakan komoditi yang menghasilkan devisa Negara. Penghasil minyak atsiri yang mempunyai prospek cukup tinggi adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) yang berasal dari provinsi Aceh. Nilam Aceh merupakan nilam terbaik kedua di dunia yang dapat menghasilkan minyak nilam dengan kandungan Patchouli Alcohol (PA) di atas 30%. Komposisi hand sanitizer yang beredar di pasaran saat ini masih menggunakan alkohol sebagai bahan aktifnya dirasa kurang aman terhadap kesehatan, karena alkohol dapat melarutkan lapisan lemak pada kulit yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme. Pada pemakaian berulang dapat menyebabkan kekeringan serta iritasi pada kulit, oleh sebab itu perlu diteliti bahan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Salah satu bahan alami yang dapat diharapkan sebagai alternatif yang cukup potensial untuk mengganti penggunaan alkohol sebagai zat aktif adalah minyak nilam. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi serta menguji efektivitas antiseptik tangan dari sediaan gel minyak atsiri tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) dengan 5 variasi volume, yakni 0; 1; 3; 5; dan 7 mL. Pengujian yang dilakukan terhadap kelima formulasi meliputi sifat fisik gel yaitu, pengujian organoleptik, pH, daya sebar, viskositas, dan aktivitas bakteri. Formulasi gel hand sanitizer alami yang baik dan aman diperoleh yaitu pada formula A2K1 (minyak nilam 1 mL, karbopol 940 1 gr, propilen glikol 5 mL, TEA 1 mL, gliserin 10 mL, metil paraben 0,18 gr, aquadest 100 mL), karena memiliki bentuk gel yang sesuai dengan gel yang beredar di pasaran yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat sebesar 6,8 mm, dengan hasil yang homogen, pH sebesar 8,4 mendekati pH kulit, dan daya sebar menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan yaitu sekitar 4 – 8 cm.
Biodegradable polybags are an alternative to overcome the weakness of synthetic polybags because of their degradation properties. Oil palm empty fruit bunches contain a lot of cellulose so that they can be used as a biodegradable polybag. Wet Strength serves to increase the physical strength of bio-polybags when exposed to water (in wet conditions) so that water content stability is required. In this study, Cellulose Stearate Esters were synthesized in an effort to increase the stability of the water content in bio-polybags. Cellulose Stearate Esters are synthesized through a transesterification reaction between -Cellulose isolated from Oil Palm Empty Fruit Bunches (EFB) with methyl stearate. The synthesis of cellulose stearate esters was carried out by refluxing for 2 hours using methanol solvent with various catalysts Na2CO3 5, 10, 15, 20 mg and with volume variations of methyl stearate 5, 10, 15. And the best variation was determined based on the degree of substitution test, namely with variations Na2CO3 catalyst 20 mg and volume of methyl Stearate 15 ml, amounting to 1.95. The result of the synthesis, namely cellulose stearate, was tested for functional groups by FT-IR spectroscopy and surface morphology using SEM. The formation of cellulose stearate is supported by the FT-IR spectrum in the wavenumber region of 3468.01 cm-1 indicating an OH group, 3062.96 cm-1 indicating a CH stretching group, 1695.43 cm-1 indicating a C=O group, cm-1 indicating a CH bending group, 1095.57cm-1 indicates a COC group, 609.51cm-1 indicates a (CH2)n>4 group. The results of surface morphology analysis using SEM showed that the surface of cellulose stearate looked homogeneous, more regular and had denser cavities than -Cellulose
Lilin aromaterapi adalah alternatif aplikasi aromaterapi secara inhalasi yaitu penghirupan uap aroma yang dihasilkan dari beberapa ml minyak atsiri. Daun nilam dan kulit jeruk manis mengandung minyak atsiri yang berfungsi sebagai aromaterapi dan repelan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan lilin aromaterapi sebagai repelan nyamuk dari minyak atsiri nilam dan kulit jeruk manis. Penelitian dilakukan dengan cara pembuatan lilin dengan penambahan minyak atsiri kulit jeruk manis dan minyak atsiri nilam. Variabel dalam penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan uji evaluasi fisik lilin aromaterapi dengan uji organoleptik yaitu warna bentuk dan aroma, uji kualitas lilin yaitu titik leleh dan waktu bakar, uji efektifitas lilin terhadap nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki warna dan bentuk yang sama sedangakan untuk aroma berbeda, karenakonsentrasi minyak atsiri yang bervariasi, titik leleh antara 50oC – 56oC sesuai syarat evaluasi fisik lilin menurut SNI 50oC -58oC, waktu bakar lilin dengan formula A5L2B1 dengan durasi waktu 1 jam 16 menit, efektivitas lilin cukup optimal dalam mengusir nyamuk.
Hydrochar adalah padatan berkarbon yang dihasilkan dari konversi biomassa dengan menggunakan metode karbonisasi hidrotermal (HTC). Waktu tinggal dan jenis pelarut yang digunakan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi karakteristik hydrochar yang dihasilkan. Pada penelitian ini hydrochar dibuat dari ampas kopi dengan proses hidrotermal menggunakan alat autoclave pada suhu 130°C dan tekanan 2 bar. Proses hidrotermal dilakukan dengan pelarut NaOH dan CH3COOH serta variasi konsentrasi yaitu 0,5; 0,75 dan 1 Molar. Waktu tinggal yang digunakan divariasikan antara 60, 75, dan 90 menit. Setelah proses hidrotermal dilanjutkan dengan penyaringan hydrochar padat dan cairannya. Hydrochar kemudian dilakukan pengeringan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105°C untuk mengurangi kandungan airnya. Parameter sampel termasuk kadar air, abu, zat mudah menguap, karbon tetap, dan kalor.Penelitian ini telah dilakukan sebelumnya dan yang membedakan penelitian ini dari yang sebelumnya yaitu jenis pelarut yang digunakan serta konsentrasi pelarut. Hasil pengujian untuk kadar air pada larutan NaOH sebesar 5,26-8,13% dan untuk pelarut CH3COOH sebesar 3,22-7,84%, untuk kadar abu pada larutan NaOH sebesar 3,38-5,65% dan untuk pelarut CH3COOH sebesar 2,54-4,83%, untuk kadar zat mudah menguap pada larutan NaOH sebesar 9,67-16,57% dan untuk pelarut CH3COOH sebesar 9,28-15,25%, dan untuk kadar karbon pada larutan NaOH sebesar 72,46-79,28% dan untuk pelarut CH3COOH sebesar 69,74-76,14%.
The availability of petroleum fuels derived from fossils is decreasing along with the increase in the human population. This study aims to create bio-charcoal briquettes derived from solid waste of patchouli oil refining. Research on the use of the by-products of the pyrolysis process on solid waste from patchouli oil refining for making bio charcoal briquettes was carried out using temperature variables of 300, 350 and 400 °C, raw material weights of 600, 1200, and 1800 grams and pyrolysis time variables of 60, 90, 120 and 150 minutes. Solid waste has first been cut into small sizes, dried in the sun first, and then put into a pyrolysis device to be carbonized according to predetermined variables. The results of pyrolysis were then put into a desiccator to cool for 30 minutes and then tested for moisture content, ash content, fly content, bound carbon content, calorific value, SEM test, and combustion rate. The best research results obtained were at a temperature of 400 °C, a raw material weight of 600, and a time of 150 minutes with a thermal value of 5,291 cal/g, a moisture content of 5.77%, an ash content of 4.28%, a volatile matter content of 9.11% and a bound carbon content of 77.42% and a combustion rate of 0.1841 grams/minute. The obtained calorific value shows that patchouli solid waste bio charcoal can be used as an alternative fuel that can be renewed and fulfills SNI 01-6235-2000.
Image magnification is one of the branches in digital image processing that is often required in various applications such as in the field of medicine, multimedia, and in satellite imagery. As technology grows, more and more methods are used for image enlargement. In this study, the image enlargement process performs by using Bi-Cubic spline interpolation method, and the result of image try to compare between the original one and picture after enlargement.
Sirup glukosa dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan, minuman dan farmasi. Sirup glukosa dapat diperoleh dari bahan-bahan berpati seperti biji nangka, rebung, jagung, tapioka dan jenis umbi-umbian. Pemanfaatan limbah biji alpukat di Indonesia saat ini masih sangat minim, sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satunya dengan melakukan penelitian pembuatan sirup glukosa dari biji alpukat. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu hidrolisi terhadap kadar glukosa dari biji alpukat dengan metode hidrolisis. Adapun proses yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proses hidrolisis dengan katalisator HCl (asam klorida). Tahapan proses diawali dengan pembutaan tepung biji alpukat yang dilanjutkan dengan proses hidrolisis. Hidrolisis dilakukan di dalam labu leher tiga dengan penambahan asam klorida 3% sebanyak 150 ml, dipanaskan dengan variasi suhu 75, 85 dan 95oC dan dengan variasi waktu 120, 135, 150, 165 dan 180 menit. Produk yang dihasilkan kemudian dianalisa kadar glukosa, kadar air, kadar abu dan analisa keadaan yang meliputi kadar kemanisan, warna dan bau. Hasil penelitian yang didapat dari penelitian ini yaitu suhu dan waktu sangat mempengaruhi kadar glukosa. Kadar glukosa paling tinggi yang didapatkan sebesar 50% pada suhu 95oC dan waktu 180 menit. Kadar air paling baik yang diperoleh sebesar 17,4105% pada suhu 95oC dan waktu 180 menit. Kadar abu paling baik yang didapatkan yaitu sebesar 0,864% pada suhu 95oC dan waktu 180 menit.
Limbah padat hasil penyulingan minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam terutama dikota Lhokseumawe. Besarnya volume limbah padat penyulingan nilam belum termanfaatkan secara optimal. Dengan memanfaatkan limbah tersebut menjadi produk yang berguna dan mempunyai nilai tambah yang nyata. Keberadaan limbah padat nilam sangat berpotensial untuk diolah menjadi asap cair karena memiliki komponen senyawa organik yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penelitian ini sudah dilakukan sebelumnya, yang belum adalah penggunaan limbah padat nilam sebagai bahan baku pembuatan asap cair dengan menggunakan metode pirolisis yang menghasilkan lebih banyak yield asap cair. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuatan asap cair serta pengaruh suhu dan waktu pirolisi terhadap yield, densitas dan pH asap cair yang dihasilkan. Metode penelitian menggunakan proses pirolisi yang dilakukan pada suhu 250oC, 300oC dan 350oC dengan variasi waktu pirolisis 60 menit, 90 menit, 120 menit dan 150 menit. Asap cair diperoleh dari kondensasi asap hasil dekomposisi senyawa organik pada proses pirolisis. Dari penelitian diketahui bahwa yield asap cair cenderung meningkat seiring naiknya suhu dan waktu pirolisis. Yield asap cair tertinggi diperoleh sebesar 16,16%. Densitas terbaik diperoleh dari asap cair hasil pirolisis sebesar 0,9916 gr/ml. pH asap cair terbaik diperoleh dari asap cair hasil pirolisis sebesar 3,32. Kandungan asap cair pada uji menggunakan GC-MS adalah fenol sebesar 46,14% dan benzene sebesar 15,55%.
Dalam memenuhi kebutuhan pasokan energi dalam negeri, salah satu penelitian mengenai energi terbarukan yang pada saat ini dikembangkan adalah pemanfaatan bahan bakar hidrogen yang digunakan dalam Fuel Cell System. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi gas hidrogen yang sebelumnya hanya mengandalkan gas alam, pembuatan gas hidrogen sebagai energi terbarukan diharapkan menjadi terobosan baru dalam mendukung energi yang ramah lingkungan. Pada penelitian ini melakukan metode elektrolisis menggunakan arus listrik searah atau DC (Power Supply) dan air laut dengan volume elektrolit 1000 ml, waktu elektrolisis 2, 4, 6, 8, dan 10 menit dengan menggunakan elektroda Titanium dan Karbon dan memvariasikan tegangan 5, 10, 15, 20 dan 25 volt. Pemilihan jenis reaktor berbentuk silinder berkapasitas 1500 ml, kondisi operasi 30oC dan 1 atm. Hasil kajian menunjukkan bahwa tegangan sangat berpengaruh terhadap penguraian air laut menjadi gas hidrogen. Dengan menggunakan elektroda titanium didapat hasil flow rategas hidrogen yang paling tinggi di dapat pada tegangan 25 volt dengan waktu 8 menit sebesar 247 cc/min dengan elektroda Titanium yang tidak terdegradasi sedangkan dengan elektroda Karbon didapat 318 cc/min pada 25 volt dengan waktu 10 menit namun elektroda karbon lebih cepat terdegradasi. Sedangkan jumlah volume Sodium Hipoklorit yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tegangan dan waktu elektrolisis.
ABSTRAKFermentasi merupakan proses perombakan senyawa organik oleh mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkan sebagai biokatalis dalam lingkungan yang dikendalikan. Komponen kimia didalam kopi seperti kafein, asam klorogenat, trigonelin, karbohidrat, lemak, asam amino, asam organik, aroma volatil dan mineral dapat menghasilkan efek yang menguntungkan dan membahayakan kesehatan. Bakteri asam laktat adalah bakteri yang mampu memfermentasikan gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan bakteri asam laktat pada yakult sebagai media fermentasi biji kopi untuk menghasilkan bubuk kopi dengan mutu yang lebih baik. Proses fermentasi melibatkan bakteri Lactobacillus caseipada yakult sebagai media fermentasi dengan variasi waktu fermentasi dan jenis kopi. Kadar kopi paling tinggi diperoleh pada waktu fermentasi 60 jam untuk kopi robusta dan arabika yaitu 5% dan 4%, kadar sari paling tinggi diperoleh pada waktu fermentasi 12 jam untuk kopi robusta dan arabika yaitu 35% dan 27 %, kadar kopi paling tinggi diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam untuk kopi robusta yaitu 1,075 % dan 36 jam untuk kopi arabika yaitu 0,985 %, kopi dengan rasa paling nikmat diperoleh pada waktu fermentasi 36 jam untuk robusta dan arabika dengan skor masing-masing 5, warna paling enak pada waktu fermentasi 60 jam untuk robusta dan arabika dengan skor masing-masing 5,dan aroma paling enak adalah pada waktu fermentasi 12 jam untuk robusta dan arabika dengan skor masing-masing serta kadar abu tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 12 jam yaitu 4,6 % untuk robusta dan 4,585% untuk arabika. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa kopi yang difermentasi oleh bakteri Lactobacillus casei masih berada pada syarat mutu bubuk kopi berdasarkan SNI 01-3542-2004.