Permintaan dan penolakan dalam Bahasa Minangkabau :: Sebuah kajian sosiopragmatik

2008 
Permintaan dan penolakan merupakan salah satu bentuk tuturan yang di dalamnya terkandung suatu tindakan. Kedua tindak tutur permintaan dan penolakan ini berhubungan dengan masalah kesantunan berbahasa. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Bentuk, makna, dan fungsi permintaan dan penolakan ditelaah dari dua sumber data, yaitu data lisan dan data tulisan. Data lisan merupakan tuturan permintaan dan penolakan yang dilakukan penutur bahasa Minangkabau. Data tulisan adalah tuturan permintan dan penolakan yang disampaikan melalui media telepon selular berupa SMS (Short Message Service). Kedua jenis data ini diperoleh melalui metode observasi dan partisipasi. Analisis didisain dengan melakukan pendekatan kontekstual dan etnografis kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, bentuk lingual permintaan dan penolakan dapat dilihat pada tiga aspek, yaitu (i) variasi (kode) tutur, (ii) strategi tutur, dan (iii) struktur tutur. Variasi tutur mencakup tiga hal yang terpenting (a) penggunaan kato nan ampek (tingkat tutur), (b) penggunaan ragam formal dan informal, dan (c) penggunaan bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia, di samping adanya kutipan atau frase dalam bahasa lain, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab. Strategi permintaan dan penolakan dalam bahasa Minangkabau meliputi tiga hal, yakni (i) modus kalimat, (ii) ) cara, dan (iii) tipe tuturan. Struktur permintaan dan penolakan dalam bMn dibagi atas kehadiran dan posisi tindakan pokok dan tindakan pendukung. Penggunaan variasi sangat penting dalam menentukan tingkat kesopan santunan permintaan dan penolakan. Pengaruhnya lebih besar daripada pemilihan strategi atau struktur tutur. Faktor variasi ini juga berpengaruh terhadap yang lain, baik penentuan strategi atau struktur tutur. Dengan menggunakan variasi, seperti tingkat tutur yang sopan (kato malereang atau kato mandaki), komponen-komponen yang disebut pada strategi dan struktur tutur sudah tertutup. Walaupun begitu, berbeda dengan yang disebut Blum-Kulka (1994), Nadar (2006), dan Kartomihardjo (1993), di dalam bahasa Minangkabau sekurang-kurangnya ditemukan enam belas cara untuk meminta dan delapan belas cara untuk menolak. Dalam komunikasi yang aktual, kesantunan cara-cara ini dihubungkan dengan pemilihan variasi tutur yang tepat. Kedua, ada sekurang-kurangnya empat faktor eksternal yang secara berurut berperanan dalam menentukan pemilihan bentuk tuturan permintaan dan penolakan dalam bMn, yaitu (1) mitra tutur (O2); (2) hubungan penutur (O1) dan mitra tutur (O2), di antaranya meliputi (a) jarak sosial dan (b) jabatan sosial; (3) situasi tutur; dan (4) topik tutur. Tuturan yang disampaikan oleh seorang berjabatan sosial tinggi kepada yang berjabatan rendah atau tidak berjabatan, tetapi berusia lebih tua akan menggunakan variasi tutur yang sopan. Dalam situasi normal, penutur yang secara sosial memiliki jabatan akan memilih bentuk permintaan dan penolakan berbeda bila ditujukan kepada mitra tutur yang berjabatan lebih rendah atau lebih tinggi. Bentuk kurang sopan dapat digunakan untuk mitra tutur pertama dan bentuk yang sopan untuk mitra tutur kedua. Dalam situasi yang resmi, pilihan variasi, strategi, dan struktur tutur lebih hati-hati. Kalau topik tutur dapat mengakibatkan mitra tutur menjadi malu atau tersinggung, pemilihan variasi, strategi, dan struktur tutur dilakukan secara hati-hati. Ketiga, secara pragmatis, sebuah permintaan dapat dimaknai berdasarkan objek yang dimintanya, seperti (1) benda, (2) tindakan/kegiatan, (3) jodoh, (4) keselamatan/rezeki, dan (5) tingkah laku/etika. Tindak tutur penolakan mengandung maksud penampikan permintaan atas kelima objek tersebut di atas. The speech act of request and refusal is a kind of utterance which bears an action. These two speech acts are closely related to the principle of appropriaty. This research is descriptive-qualitative. The forms, meaning, and functions of the utterances are analysed from spoken and written data. The spoken data are any requests and refusals spoken by Minangkabau people. The written data are any request and refusal delivered through cellular telephone, SMS (Short Message Service). The data are obtained by observational and parcipatory method. The analysis is designed by using structural and ethnographic-contextual approach. The result of the analysis is presented formally and informally. The result of the research indicates that firstly, the linguistic forms of the speech act of requests and refusals in Minangkabau language can be viewed from three aspects: (1) the variations, (2) the strategies, and (3) the structures. The speech variation comprises (a) the use of kato nan ampek (speech level), (b) the use of formal and informal style, and (c) the use of Minangkabau and Indonesian language, some phrases or quotations from other languages like English and Arabic are sometimes used. The strategies used to request and to refuse in Minangkabau language comprises (i) mode, (ii) ways, and (iii) types. The structure of speech act of request and refusal is divided into the use and the posisition of the head act and the supporting acts. The choice of variation plays prominent role in indicating the politeness of the requests and refusals. Its roles are more influential than the strategies and the structures of the utterance. The use of appropriate variations, like kato mandaki �ascending word� and kato malereang �sloping word� automatically covers the use of the strategies and the structures of the utterance. Though, what Blum-Kulka, Nadar, and Kartomihardjo found is different from Minangkabau language that there are at least sixteen strategies to request and eighteen to refuse. In actual communication, the politeness of these strategies is of related to the proper variations. Secondly, there are at least four external factors sequently influencing the choice of linguistic forms of speech act of requests and refusals in Minangkabau language: (1) hearers (O2); (2) social factors like (a) social distance, (b) social position, (c) genders; (3) speech situation; and (4) topics. The utterances spoken by those who have high social rank to those who have lower social rank but older will be in the polite variation. In normal situation, the high social rank will use different form if its is adhered to higher or lower social rank hearer. The polite form will be used to the former and less polite to the later. In formal situation, the choice of the variations, strategies, and structures of the utterance will be carefully done. If the topic is of likeliness to insult the speaker�s heart, the variation, strategies, and the structures of the utterance is also carefully done. Thirdly, pragmatically, the speech act of request may mean based on the objects requested such as (1) things, (2) actions, (3) marriage partner, (4) bless of God/fortune, and (5) good behaviour/etteque. The speech act of refusal may pragmatically mean the refuse toward the above objects.
    • Correction
    • Cite
    • Save
    • Machine Reading By IdeaReader
    0
    References
    0
    Citations
    NaN
    KQI
    []