SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERKAWINAN YANG MENGALAMI INFERTILITAS

2014 
Subjective Well-Being pada Perkawinan yang Mengalami Infertilitas Yudhistira Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Perkawinan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara suami dan istri untuk memiliki anak. Pasangan suami istri akan merasa belum lengkap perkawinannya apabila belum mempunyai anak. Bagi pasangan suami istri mempunyai anak tidaklah selalu mudah, ada yang cepat dan ada yang mengalami kesulitan, sehingga walaupun telah bertahun-tahun menikah namun masih belum dikaruniai seorang anak. Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran subjective well-being pada perkawinan yang mengalami infertilitas dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan subjective well-being pada perkawinan yang mengalami infertilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan menggunakan wawancara dan observasi. Subjek dari penelitian ini adalah pasangan suami istri yang mengalami infertilitas dan berada dalam usia dewasa muda, yaitu 20-40 tahun, karena dalam rentang usia tersebut, subjek berada dalam usia produktif untuk memiliki anak. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa subjek A (Suami) dan B (Istri) memiliki subjective well-being yang baik dalam perkawinannya, yaitu subjek sabar dan menerima kondisi perkawinannya yang belum mempunyai anak dan tidak saling menyalahkan, setelah menikah subjek masih menjalin hubungan baik dengan teman-teman subjek yang kedekatannya seperti sahabat, subjek berpegang teguh terhadap pendirian dan prinsip dalam diri subjek untuk tidak mengikuti apa kata orang lain untuk menentukan jalan yang terbaik untuk hidup dan perkawinan subjek, subjek mengikuti kegiatan dilingkungannya untuk menyalurkan hobi dan mengisi waktunya dengan kegiatan yang positif, subjek memiliki rencana yang ingin subjek capai dalam perkawinan subjek, yaitu ingin mengangkat seorang anak dan subjek merasa mengalami perubahan yang lebih baik dalam hidup subjek yang selalu berpikir positif, sabar, selalu bersyukur dan ingin menjadi orang yang lebih baik yang menjadikan subjek hidupnya lebih berarti. Selain itu pendapatan, pendidikan, status perkawinan dan kepribadian menyebabkan subjective well-being subjek cenderung baik dalam perkawinannya. Kata Kunci : Subjective well-being, Perkawinan, Infertilitas.
    • Correction
    • Cite
    • Save
    • Machine Reading By IdeaReader
    0
    References
    0
    Citations
    NaN
    KQI
    []