Pemikiran John David Caputo tentang agama dalam perspektif Postmodernisme :: Refleksi kritis atas pengembangan kualitas hidup beragama

Di balik persoalan-persoalan manusia dalam hidup beragama sesungguhnya ada problem abadi manusia, yakni hidup sebagai misteri yang selalu menuntut untuk dihadapi dengan bijak. Agama adalah salah satu jalan atau cara yang dipakai manusia untuk menjawab problem abadi itu. Namun, agama bukanlah insitusi statis melainkan bidang hidup manusia yang selalu berproses. Proses itu dijalani para pemeluknya dari hari ke hari guna mencapai inti agama baik dalam arti ideal berjumpa dengan Tuhan maupun dalam arti aplikasi rukun dan bersahabat dengan sesama. Melalui pergolakan rasio, upaya-upaya itu secara garis besar telah melewati tiga tahap, yakni tahap reduksi, tahap netral, dan tahap redefinisi. Dalam tahap reduksi, para tokoh berupaya untuk menguak makna agama dari sisi pandang keahlian dan spesifikasi ilmu mereka masing-masing. Namun, periode ini kemudian cenderung melahirkan angkatan manusia tanpa Tuhan dan tanpa agama karena ternyata yang akhirnya diagung-agungkan dan dianggap sebagai Tuhan dan agama adalah ilmu mereka sendiri. Sebagai reaksi atas kondisi ini, lahir banyak tokoh lain yang mencoba memberi makna pada agama dengan cara bersikap netral dalam memberi perumusan dan makna pada agama. Namun, hasilnya tidak semaksimal yang diharapkan oleh kebanyakan umat manusia. Cara ini cenderung membawa para tokohnya kepada bahaya verbalisme. Padahal, agama harus dirasakan pengaruhnya secara nyata dalam hidup keseharian. Sebagai alternatif pengganti pola-pola pendekatan terdahulu, era postmodern dengan dekonstruksinya mencoba melakukan pendekatan yang agak lain, yakni dengan jalan redefinisi. Dengan cara ini, agama coba dilihat kembali melalui kaca mata dekonstruksi. Pola-pola berpikir agama yang sudah mapan selama ini coba dibongkar lalu diperlihatkan kenaifan-kenaifan terstruktur yang ada di dalamnya untuk kemudian diberi makna dan kesadaran baru yang lebih segar dan menjanjikan. Salah satu tokoh yang tengah melakukan dekonstruksi atas agama itu adalah John David Caputo yang detail pemikirannya yang brilian dan terpuji itu diangkat dan diolah dalam penelitian ini. Ada tiga konsep utama Caputo tentang agama. (1) agama adalah untuk para pencinta sehingga menurutnya, agama yang harus dipahami dan dikembangkan di masa depan adalah agama cinta. (2) agama bertalian erat dengan iman sehingga semua pemeluk agama harus menyadari bahwa mereka berada dalam lingkup paradoks yang sangat pekat yang harus diterima dan dirangkul sebagai konsekuensi dari tindakan beragama. (3) agama selalu identik dengan klaim kebenaran, namun semua orang beriman harus sadar bahwa klaim kebenaran agama yang dipegangnya bukanlah satu-satunya klaim kebenaran yang paling final karena di luar klaim kebenaran agamanya masih ada banyak klaim kebenaran lain yang juga harus diakui keberadaannya. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif studi pustaka kajian tokoh. Maka, untuk mengolah materi ini, metode yang relevan digunakan baik pada tahap pengumpulan maupun analisis data adalah metode deskripsi historis yang selalu diikuti oleh metode-metode: verstehen, hermeneutika, interpretasi, analitika bahasa, abstraksi, dan heuristika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, pemikiran Caputo tentang agama dan cinta dapat dilihat sebagai dasar pengembangan kualitas hidup beragama. Kedua, pemikiran Caputo tentang agama dan paradoks dapat dipakai sebagai bahan untuk mengolah problem paradoks dalam konteks hidup beragama. Ketiga, pemikiran Caputo tentang agama dan klaim kebenaran dapat dipakai sebagai solusi menghadapi problem kebenaran dalam konteks hidup beragama. Behind the problems of human religious life, there is an everlasting problem of human being, that is, a mystery of life that must be faced with wisdom. Religion is a way or mode used by human beings to answer that everlasting problem. The religion, however, is not a static institution but a part of human life that continues to process. Such a process is carried out from time to time by its followers in the effort to reach the essence of the religion, in the sense of both an ideal meaning of meeting with God or implementing a harmonious and friendly attitudes with others. Struggling with its own logic, the effort can be divided into three stages, namely reduction stage, neutral stage, and redefinition stage. In the reduction stage, prominent figures try to reveal the meanings of religion from the perspectives of their skills and knowledge. This period, then, tend to produce human beings without God and without religion because they finally exalt and consider their own knowledge rather than God. As a response to this condition, many other figures enter the arena trying to give meanings to the religion by taking a neutral attitude in formulating and defining the religion. But the result is not maximum as expected by human beings. This technique tends to lead its prominent figures into the danger of verbalism. In fact, the influence of religion must be felt as something real in daily live. As the alternatives of previous approaches, the postmodernism era, with its deconstructionism, tries to use another approach, i.e., redefinition. In this way, the religion is allowed to be reviewed from the perspective of deconstructionism. The prevailing and established concepts of religion are deconstruced to show the structured weaknesses of such concepts and then the meaning and more refreshing and promising new awareness are given. A prominent figure who is working on such deconstruction of the religion is John David Caputo, whose detailed, brilliant and admired thoughts are presented and explored under the present study. Caputo proposes three main concepts about religion: (1) religion is preserved for lovers. According to him, the religion that must be understood and developed in the future is the religion of love; (2) religion is closely related to the faith so that all the believers of religion must realize that they live within the extreme paradoxes that must be accepted and embraced as the consequence of religious actions; (3) religion is always identical with the claim of truth, but all faithful believers must realize that such religious claims of truth that they believe are not the only claims of final truth because besides their religious claims there are other claims of truth whose existence must be admitted. This study was a qualitative study carried out by conducting a literature review on the prominent figures. Therefore, to process the materials of this study, the relevant methods used during both collection and analysis of data were the historical-descriptive method, which was always followed by the use of verstehen, hermeneutics, interpretative, language analytic, abstractive, and heuristic methods. The results of study showed that, first, Caputo’s thoughts on the religion and love could be seen as the basics for the development of religious life quality. Second, Caputo’s thoughts about the religion and paradoxes could be used as materials to address the problems of paradoxes in the context of religious life. Third, Caputo’s thoughts about the religion and claims of truth could be used as the solutions in facing problems of truth in the context of religious life.