REPERTOIRE DALAM RONGGENG DUKUH PARUKKARYA AHMAD TOHARIKAJIAN ESTETIK WOLFGANG ISER
2012
Keberadaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari realitas kehidupan
walaupun seorang pengarang telah melakukan transendensi secara sadar dari
kondisi sosio, historis, budaya yang melingkupinya. Dengan demikian, sastra
sebagai fiksi memungkinkan adanya hubungan fakta-fakta di dalamnya. Diantara
karya sastra Indonesia yang menunjukkan adanya hubungan antara fakta
sosiologis, historis, dan budaya sebagai realitas di dunia nyata dengan fiksi
sebagai dunia imajiner rekaan pengarang ialah novel Ronggeng Dukuh Paruk
karya Ahmad Tohari. Oleh karena itu, untuk mengetahui seberapa jauh fiksi
merepresentasikan realitas, perlu dilakukan penelitian.
Penelitian berjudul �Repertoire dalam Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari: Kajian Estetik Wolfgang Iser� ini bertujuan untuk mengetahui
perwujudan repertoire dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yang dijadikan
background penciptaan sehingga foreground yang dituju pengarang dapat
diungkapkan. Dengan menggunakan teori Repertoire Wolfgang Iser, penelitian ini
menggunakan keseluruhan teks yang dapat dikenali dalam novel trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk sebagai objek kajian. Selanjutnya, objek kajian tersebut dikaitkan
dengan segala sesuatu yang menjadi landasan penciptaan, meliputi norma sosial,
norma historis, dan keseluruhan budaya yang dimunculkan dalam teks.
Setelah diadakan pembacaan, pelacakan, dan dilakukan analisis data, dapat
diketahui bahwa norma sosial yang tampak dalam Ronggeng Dukuh Paruk adalah
norma sosial masyarakat Jawa abangan yang tidak terlepas dari adanya
kepercayaan terhadap ramalan, kepercayaan terhadap roh leluhur dan simbol
magis, prinsip kerukunan, dan sikap mental Jawa. Kultur yang dominan
terekspresi dalam Ronggeng Dukuh Paruk adalah kultur masyarakat Jawa, yaitu
kesenian ronggeng berkaitan dengan adanya inisiasi-inisiasi peronggengan serta
pergowokan. Sementara itu, fakta historis yang menjadi latar Ronggeng Dukuh
Paruk, yaitu kesenian ronggeng dihadapkan pada peristiwa seputar G 30 S PKI
yang berpengaruh terhadap fungsi dan citra ronggeng.
Melalui background, foreground yang dituju pengarang berupa norma
sosial, dimunculkan untuk menggugat keadaan masyarakat yang secara mental
spiritual memiliki sikap hidup pasif. Norma budaya dihadirkan sebagai wujud
ketidaksetujuan terhadap simbol feodalisme Jawa yang telah mengakar dalam
kehidupan masyarakat. Sementara itu, norma historis dimanfaatkan untuk
menyuarakan intensi, yaitu kritik terhadap pemerintahan rezim Orde Baru yang
otoriter dan politisasi seni.
The history of modern Indonesian literature development has presented
literary pieces linked to social, cultural, and historical facts. It is owing to the fact
that the literary pieces cannot be separated from daily lives though the author has
transcended his or her social, cultural, and historical facts. Hence, the literary
pieces may contain facts despite its fictional status. One of the Indonesian literary
pieces representing close relation between social, cultural, and historical facts in
the real world and fiction referring to the author�s imaginative world is Ronggeng
Dukuh Paruk by Ahmad Tohari. A research needs to be conducted to see to what
extent fiction represents fact.
This research entitled �Repertoire in Ahmad Tohari�s Ronggeng Dukuh
Paruk: A Study of Wolfgang Iser�s Aesthetic� is aimed at understanding the
repertoire in the novel as a background of creation so that foreground the author
aspires for couold be revealed. It indirectly suggests a corelation between fact or
reality and fiction as Tohari�s imagination as the author of the novel. Applying
Wolfgang Iser�s repertoire theory, the research uses the entire texts in the novel
trilogy as objects of study. Furthemore, the objects are linked to things that
become the basis of creation involving social, cultural, and historical norms found
in the text.
Having closely read, seeked, and analyzed data, it is revealed that social
norms found in the novel refer to social norms within the abangan group of
Javanese people which is bounded by the tradition of the believe in foreseeing,
inheritage, and magical symbol, unity principle, and their mentality. Dominant
culture in the novel is Javanese, that is, Ronggeng art in dealing to the initials of
peronggengan or pergowokan. Meanwhile, historical facts as a background of the
novel is Ronggeng art found in pre and post the tragedy of G 30S/PKI, which
influence the function and the reputation of ronggeng.
Through the background and foreground of the author�s purpose that is
socio norms, is brought out to critisize the society�s condition as mentally and
spiritually lived under passive condition. Cultural norm is presented as the shape
of disagreement towards the symbol of feodalism of Java people which strongly
bounded in the life of the society. Meanwhile, historical norms is used to speak
out the intention, such as critics towards the government under strict orde baru
regim and which put the art under politics as well.
Keywords:
- Correction
- Source
- Cite
- Save
- Machine Reading By IdeaReader
0
References
0
Citations
NaN
KQI