Analisis hukum Islam terhadap tradisi lakon dhinah sebagai syarat pernikahan: Studi di Desa Sukorejo Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo

2015 
INDONESIA: Tradisi Lakon Dhinah adalah kebiasaan turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sukorejo Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo yang mana tradisi lakon dhinah merupakan syarat pernikahan. Lakon dhinah merupakan sebuah istilah yang dipakai oleh masyarakat setempat untuk sebuah rumusan yang berkaitan dengan hari lahir dan pasaran jawa. Dalam penghitungan lakon dhinah, hari lahir dan pasaran calon mempelai laki-laki dan perempuan yang diperhitungkan. Apakah hari lahir dan pasaran jawa calon pengantin laki-laki dengan calon pengantin perempuan cocok atau tidak. Apabila cocok, maka pernikahan bisa dilangsungkan. Sebaliknya, bila dalam hitungan lakon dhinah tidak cocok, maka pernikahan tidak bisa dilangsungkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hukum islam tentang tradisi lakon dhinah sebagai syarat pernikahan dan untuk mendeskripsikan tradisi lakon dhinah sebagai syarat pernikahan di Desa Sukorejo Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi yang kemudian data tersebut diedit, diperiksa dan disusun secara cermat serta diatur sedemikian rupa yang kemudian dianalisis. Dalam penelitian ini diperoleh dua kesimpulan. Pertama, tradisi lakon dhinah sebagai syarat pernikahan tidak diatur dalam hukum Islam. Hukum Islam hanya mengatur tentang syarat yang disyaratkan dalam perkawinan dimana salah satu calon boleh mengajukan syarat kepada pasangannya atau calon wanita atau walinya menuntut calon pria agar sekufu’ dengan dirinya. Jika dilihat dari perspektif syarat yang disyaratkan dalam pernikahan, terlihat bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam tradisi tersebut tidak sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam syarat yang disyaratkan dalam perkawinan. Jika dilihat dari perspektif kafa’ah, ada sebagian unsur-unsur dalam tradisi tersebut yang memiliki kesamaan dengan kafa’ah, akan tetapi dalam bagian yang lain tidak. Kedua, Tradisi lakon dhinah sebagai syarat pernikahan di desa Sukorejo kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo merupakan sebuah persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pria. Dimana tradisi ini merupakan kecocokan hari lahir dan pasaran jawa antara calon pria dengan calon wanita yang dicek dalam rumusan Lakon dhinah yang harus dipenuhi ketika proses nglamar (melamar). ENGLISH: The play Dhinah tradition is hereditary habits conducted by the District community Sukorejo Kotaanyar Probolinggo where traditions play dhinah a condition of marriage. Dhinah play is a term used by the local community for a formula related to the birth and the Java market. In calculating the play dhinah, the day of birth and market prospective bridegroom and women are taken into account. Is the day of birth and Java market prospective groom with the bride is suitable or not. If suitable, the marriage could take place. Conversely, if the play count dhinah not match, then the marriage can not take place. The purpose of this study was to analyze the Islamic law on the play tradition dhinah as a condition of marriage and to describe the play dhinah tradition as a condition of marriage in the District Sukorejo Kotaanyar Probolinggo. This study used a qualitative approach. While the data collected in the form of primary data and secondary data conducted by interview and documentation then the data is edited, checked and carefully arranged and organized in such a way that later analyzed. In this research, the two conclusions. First, tradition plays dhinah as a condition of marriage is governed by Islamic law. Islamic law only regulates the requirements specified in marriages where one of the candidates may submit a precondition to the partner or prospective female or male guardian in order sekufu demanding candidates' with him. If viewed from the perspective of the requirements specified in the marriage, it seems that the elements contained in that tradition does not correspond to the elements contained in the terms required in marriage. If viewed from the perspective of kafa'ah, there are some elements in the tradition that has similarities with kafa'ah, but the other part is not. Second, tradition plays as a condition dhinah wedding in the village Sukorejo districts Kotaanyar Probolinggo is a requirement that must be fulfilled by male candidates. Where this tradition is the day of birth and market suitability among candidates Java man with a female candidate who checked in the formulation The play dhinah that must be met when the engage (to apply).
    • Correction
    • Source
    • Cite
    • Save
    • Machine Reading By IdeaReader
    0
    References
    0
    Citations
    NaN
    KQI
    []