REKONSTRUKSI HUNIAN TETAP PASCA BENCANA: Studi Kasus Hunian Tetap Relokasi Pasca Bencana Di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

INTISARI Rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Gunung Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi merupakan proses jangka panjang pembangunan kembali masyarakat terdampak bencana di sektor permukiman tidak hanya kepada kondisi normal sebagaimana semula akan tetapi dalam kondisi yang lebih baik dan lebih aman. Proses rekonstruksi pasca bencana Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi penuh dinamika dan bahkan hampir tidak dapat terlaksana karena adanya resistensi masyarakat terhadap kebijakan relokasi yang dirumuskan secara topdown oleh pemerintah tanpa mengakomodasi aspirasi masyarakat terdampak. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus multi kasus holistik yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi yang dilakukan dengan mekanisme relokasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses rekonstruksi pasca bencana dengan mekanisme relokasi tersebut. Obyek penelitian studi kasus rekonstruksi hunian tetap pasca bencana dengan mekanisme relokasi dilakukan pada dua unit analisis yaitu huntap relokasi mandiri kolektif Padukuhan Pelemsari dan huntap relokasi kolektif di TKD Pagerjurang. Berdasarkan analisis lintas studi kasus ditemukan tiga bentuk huntap relokasi kolektif yaitu relokasi bedhol dukuh, relokasi campuran bedhol dukuh dan relokasi gabungan dari warga sebagian dukuh yang berbeda. Proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi dengan mekanisme relokasi meliputi 6 tahap yaitu perumusan kebijakan relokasi, pengadaan dan penyiapan lokasi, pendaftaran dan verifikasi penerima manfaat, perencanaan permukiman, pembentukan kelompok pemukim, pematangan lahan dan pengkaplingan serta pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Perumusan kebijakan relokasi pasca bencana Merapi penuh dengan dinamika dan merupakan titik kritis dari kesuksesan program rekonstruksi pasca bencana di bidang permukiman. Kebijakan relokasi yang dirumuskan secara topdown oleh pemerintah mendapatkan resistensi dari masyarakat dan menjadi penyebab utama adanya relokasi mandiri pada unit kasus 1. Revisi kebijakan relokasi dengan mengakomodasi aspirasi masyarakat terdampak signifikan dengan perubahan sikap masyarakat terdampak dari menolak menjadi menerima program relokasi. Berdasarkan analisis lintas kasus peneliti menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi yaitu faktor penerima manfaat, faktor pertanahan, faktor kebijakan relokasi, faktor perencanaan permukiman dan faktor pelaksanaan pembangunan huntap. Kata kunci: Rekonstruksi, Hunian Tetap, Relokasi, Pasca Bencana Merapi ABSTRACT Reconstruction of permanent housing after the disaster of Mount Merapi in 2010 with the relocation mechanism is a long range process of rebuilding communities affected by the disaster in the settlement sector not only to normal conditions as the original but in more better and more safer condition. The process of Merapi post-disaster reconstruction with relocation mechanism is full of dynamics and in fact it can hardly be implemented because of the affected communities resistance against the topdown government relocation policy without accommodating the aspirations of the affected communities. This research uses holistic multiple case study method to determine how the process of reconstruction of permanent housing after Merapi disaster with the relocation mechanisms and factors that influence reconstruction of permanent housing after Merapi disaster with the relocation mechanism. The case study object of reconstruction of permanent housing after Merapi disaster with the relocation mechanisms performed on two units of analysis that are independent collectively relocation of Padukuhan Pelemsari permanent housing and collective relocation of permanent housing in TKD Pagerjurang. Based on the analysis of cross case studies, it is found three forms, namely bedhol dukuh relocation, the mixed relocation bedhol dukuh and the combined relocation of the part of citizens from different padukuhan. Reconstruction of permanent housing after Merapi disaster with the relocation mechanisms includes 6 stages: the formulation of relocation policy, procurement and site preparation, registration and verification of beneficiaries, the planning of settlements, settler group formation, maturation and carved up the land the implementation and monitoring of development. Formulation of Merapi disaster relocation policy is full of dynamics and it is a critical point of success for reconstruction after disaster program. The topdown relocation policy formulated by the government get resistance from the affected communities and become a major cause of independent relocation on the unit case 1. Revision of the relocation policy that accommodate the aspirations of the affected communities significantly have change the attitude of affected communities from reject become accept the relocation program. Based on cross case analysis, the researcher found the factors that influence the reconstruction of permanent housing after Merapi disaster in 2010 with the relocation mechanism that are affected communities factors, land factors, relocation policy factors, settlement planning factors and implementation and monitoring development factors. Keywords : Reconstruction, Permanent Housing, Relocation, Merapi After Disaster