Survei Pendahuluan Biaya Tambahan Peserta BPJS Kesehatan pada Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek

2015 
Background : In many countries, universal health coverage rarely runs well in its first year of implementation. In this case, Indonesia is not an exception. The Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/National Health Security) program in its first year of implementation found numerous operational obstacles. This survey investigated the presence an additional costs* paid by patient of BPJS to Health Service Provider in Jabodetabek during JKN implementation. Methodology : We conduct a face-to-face interview to 200 JKN patients in 20 hospitals in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Jabodetabek) who have just received health care treatment. Results : From 200 patients, thirty seven (18.5%) paid additional cost for their health care. Ironically, additional costs are also found in public hospitals where JKN patients must pay for drugs. Twenty five JKN patients in private hospitals also pay additional costs for drugs, laboratory, medical equipment, radiology, procedures, and other services. All types of membership experienced additional cost including Premium Subsidy Recipient (PBI/the poor). In total, additional costs for inpatient care exceeds those of outpatient care. Conclusions : from 5 JKN patients, at least one must pay additional cost for their health treatment. Patients felt these additional costs as problems. In response to JKN proposal to implement cost sharing for certain health service, 87% JKN patients expressed their support. From those who supported, 65% prefer fixed-price cost sharing. Recommendation : We recommend a national scale in-depth study to obtain comprehensive inputs on cost sharing arrangements. Latar belakang : Tidak ada Universal Health Coverage yang pertama kali berjalan langsung sempurna. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum genap berusia satu tahun ternyata juga mengalami ketidaksesuaian implementasi di lapangan.Survei ini menyelidiki kesesuaian implementasi JKN dari sisi ada/tidaknya biaya tambahan yang dibayarkan oleh Peserta BPJS Kesehatan di RS wilayah Jabodetabek. Metodologi : Wawancara tatap muka mengenai pengalaman dan usulan menggunakan kuesioner kepada 200 responden yang baru saja mendapatkan pelayanan kesehatan di 20 Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek. Hasil : Sebanyak 37 responden dari total 200 responden (18,5%) ditemukan membayar biaya tambahan.Ironinya, biaya tambahan ini juga terjadi di Rumah Sakit milik Pemerintah.Semua biaya tambahan di RS Pemerintah merupakan biaya tambahan obat. Sedangkan biaya tambahan di RS Swasta dialami oleh 25 responden, meliputi biaya tambahan obat, laboratorium, alat kesehatan, radiologi, tindakan, dan biaya di poli. Biaya tambahan ini dialami oleh semua jenis kepesertaan, termasuk peserta PBI, sebanyak 4peserta PBI membayar biaya tambahan di RS milik Pemerintah, 3 peserta PBI membayar di RS Swasta. Biaya tambahan pada rawat inap lebih besar daripada biaya tambahan pada rawat jalan.Peruntukan terbesar biaya tambahan adalah biaya tambahan obat. Kesimpulan : Satu dari lima peserta JKN membayar biaya tambahan di RS Faskes wilayah Jabodetabek. Biaya tambahan tersebut memberatkan dan masalah bagi mayoritas responden. Namun dari sisi usulan apabila nantinya JKN ingin menerapkan biaya tambahan pada jenis pelayanan tertentu, maka 87% dari total responden menunjukkan respons positif, yang terbanyak memilih bentuk urun biaya nominal tetap (64,5%). Rekomendasi : Survei ini merekomendasikan dilakukannya indepth study dengan skala nasional untuk mendapatkan masukan yang lebih komprehensif mengenai urun biaya pada jenis pelayanan apa saja dalam JKN.
    • Correction
    • Source
    • Cite
    • Save
    • Machine Reading By IdeaReader
    0
    References
    0
    Citations
    NaN
    KQI
    []