Telaah filosofis atas penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat-zat adiktif (NAPZA) :: Perspektif etika utilitarianisme John Stuart Mill

2005 
Penelitian ini berjudul “Telaah Filosofis Atas Penggunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat-Zat Adiktif Perspektif Etika Utilitarianisme John Stuart Mill (1806-1873)” Pertimbangan mengangkat penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya penggunaan NAPZA akhir-akhir ini dan tentunya filsafat khususnya etika ditantang untuk memberikan analisis kritis atas problema masyarakat tersebut. Etika utilitarianisme digunakan sebagai pisau analisis karena prinsip utilitas, kebebasan dan kebahagiaan sangat relevan sebagai dasar penilaian moral atas pelaku penggunaan (penyalahgunaan) NAPZA. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptis, analisis dan refleksi kritis. setelah data dideskripsikan peneliti berusaha menganalisa data-data tersebut sehingga memungkinkan ditempuh langkah refleksi atasnya. Terdapat tiga pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana problem penggunaan dan penyalahgunaan NAPZA? Kedua, bagaimana persoalan moral timbul terkait dengan penggunaan NAPZA? Ketiga, bagaimana utilitarianisme Mill menanggapi penggunaan NAPZA terkait dengan prinsip utilits, kebebasan dan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang? Hasil penelitian ini adalah pertama, penggunaan NAPZA sejauh untuk kepentingan pengobatan/medik dan ditangani secara betul dapat dibenarkan secara moral dengan mengikuti kerangka utilitarianisme Mill. Kedua, persoalan moral timbul karena NAPZA disamping dapat dipergunakan untuk kebutuhan medik dapat pula menghasilkan kenikmatan dan kesenangan.. Pada alasan ini NAPZA seringkali disalah gunakan. Ketiga, prinsip ajaran moral utilitarianisme adalah sebuah tindakan dinilai baik kalau sesuai dengan kecenderungan untuk menghasilkan kebahagiaan; dinilai salah jika menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan. Kebahagiaan dalam pandangan utilitarianisme bukanlah kebahagiaan si pelaku utama, melainkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya tanpa pandang bulu. Dilihat dari aspek keputusan dalam mengambil tindakan, subjek yang menyalahgunakan NAPZA tindakannya didasarkan atas keputusan yang tidak hati-hati, didorong oleh “kehendak buta”, tanpa pertimbangan suara hati nurani, dan hasilnya adalah kenikmatan sesaat. Secara filosofis tindakan itu pada hakikatnya bersifat amoral. Penyalahgunaan NAPZA dapat dikategorikan sebagai usaha menggerogati, bahkan dapat dikatakan menghancurkan harkat dan martabat kemanusiaan. Penyalahgunaan NAPZA pada hakekatnya muncul karena pemahaman atas makna kebebasan yang salah. Akibatnya mengoyak rasa keadilan bersama dan sudah dipastikan akan menabrak rambu-rambu norma hukum positif. The title of this research is “The Philosophical Outlook of Narcotics, Alcohol, Psychotropic and Adictive (NAPZA) according to Mill’s Utilitarianism Ethics” The reason to discuss this topic is that the early days many cases of drugs abuse increased and the philosophy, specially ethic has been demanded to give critical analysis on the actual problem such as the case. The ethics of utilitarianism is utilized as analisys instrument because utilitarian values are apparently relevant when they are functioned as the basic of moral valuing on the cases of abusing drugs. The method of this research is analytical-descriptive and critical reflective. there are three questions: First, how the problem of NAPZA using ? Second, how the moral problem raised in this case? and third, how the Mill’s utilitarianism prinsiples ethic look this problem? The result of the research are as following: First, the using of NAPZA for medic does not raised moral problem. Second, moral teaching principal of utilitarianism measures that one’s act can be categorized as goodess if leads to happiness, useful or beneficial, and vise-versa. Happiness in the perspective of utilitarianism is not only for the doers, but it is also for the greatest number of people. The third is, when it is seen from the perspective of determining decision to take actions, those who are abusing drugs have done the actions carelessly, without deeper considerations, and they get only two moments/ or short – time happiness. Philosophically, those actions are disteleologic and obviously immoral.
    • Correction
    • Source
    • Cite
    • Save
    • Machine Reading By IdeaReader
    0
    References
    0
    Citations
    NaN
    KQI
    []