Analisis hukum istibdal benda waqaf berupa masjid : studi komparasi pendapat Imam al Nawawi dan Ibnu Qudamah
2017
Waqaf merupakan suatu tindakan sukarela (tabarru’) untuk mendermakan sebagian kekayaan. Karena sifat harta benda yang diwakafkan tersebut bernilai kekal, maka derma waqaf ini bernilai jariyah (kontinu), artinya pahala akan senantiasa diterima secara terus menerus selama harta waqaf tersebut dimanfaatkan. Seiring berjalannya waktu pada sekarang ini banyak terjadi istibdal. Praktik istibdal tersebut mengundang kontroversi dikalangan ulama’ madzhab sebagian ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan
Rumusan masalah skripsi ini adalah untuk mengetahui pendapat dan metode istinbat yang dipakai Imam al Nawawi dan Ibnu Qudamah tentang istibdal benda waqaf berupa masjid dan juga untuk mengetahui alasan yang melatarbelakangi Pendapat mereka.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research ( penelitian pustaka) yakni penelitian ini menggunakan pustaka sebagai sumber datanya, dengan cara menganalisis data yang digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Di samping juga penelitian pustaka juga termasuk dokumenter Yakni menganalisa terhadap sumber-sumber data tertulis yang ditulis langsung oleh sendiri. Juga menggunakan metode analisis deskriptif komparatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan dan membandingkan kasus-kasus yang terjadi dengan mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan perbedaan.
Imam al Nawawi berpendapat bahwa benda waqaf berupa masjid dilarang untuk dijual walaupun dalam kondisi rusak masih bisa digunakan untuk sholat pabila hakim meyakini di tukar dengan maslhahat yang lebih utama maka boleh. Di dasari dari hadits sahabat Umar bin Khattab bahwa benda waqaf itu dilarang di jual, dihibahkan dan diwariskan. Ini sejalan dengan Undang-Undang No 41 Tahun 2004 dan PP No 42 Tahun 2006 Tentang wakaf. Ibnu Qudamah berpedapat bahwa benda waqaf berupa masjid apabila rusak maka boleh dijual. Hali ini di dasarkan hadits ditulis sahabat Umar kepada Sa’ad bahwa “Pindahkan masjid yang terletak di tamarin itu dan jadikan baitul mal ada di arah kiblat masjid. Sebab dengan cara itu masjid masih digunakan untuk sholat” Dari kedua hadits diatas kemudian menggunakan tarjih untuk mengetahui hadis yang lebih kuat dari segi sanad, matan maupun eksternal. Hadits yang lebih kuat adalah hadits yang dipakai oleh Imam al Nawawi. Sedangkan alasan yang melatarbelakangi perbedaan pendapat diantara keduanya adalah di lahirkan pada tahun yang berbeda dan tempat yang berbeda yaitu Damaskus-Syiria.
- Correction
- Source
- Cite
- Save
- Machine Reading By IdeaReader
0
References
0
Citations
NaN
KQI