PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PERNIAGAAN ILEGAL SATWA YANG DILINDUNGI (Studi Putusan Nomor. 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR)
2020
Muhammad Reza Fahmil Hakim Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Abstrak Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam satwa endemik yang dilindungi. Oleh karenanya, banyak orang terlebih korporasi yang menjadikan satwa yang dilindungi berstatus langka sebagai sumber pendapatan dengan cara meniagakan satwa langka tersebut kemudian menjualnya dalam keadaan hidup atau mati. Permasalahan yang dikaji pada skirpsi ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai tindak pidana perniagaan ilegal terhadap satwa yang dilindungi serta bagaimanakah pertanggungjawaban pidana korporasi CV. Bintang Terang pelaku perniagaan ilegal satwa dilindungi. Skirpsi ini mengulas Putusan Pengadilan Negeri Jember dengan Nomor. 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR dengan menganalisis pertibangan hakim menjatuhkan pertanggungjawaban kepada pengurus bukan kepada korporasinya. Berdasarkan metode penelitian hukum normatif yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, menghasilkan analisis bahwa tindak pidana perniagaan ilegal terhadap satwa dilindungi pengaturan yuridisnya terletak dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan d J.o Pasal 40 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya yang selanjutnya disebut dengan UU KSDAE. Kesimpulan yang dapat diambil yakni secara yuridis subjek perniagaan ilegal satwa yang dilindungi “setiap orang” pada Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan d UU KSDAE tidak menjelaskan secara Ekplisit termasuk korporasi atau tidak, dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember dengan No. 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR Terang pada dasar pertimbangan hakim kasus CV. Bintang termasuk kelalaian, tetapi secara yuridis dari teori-teori tindak pidana delik CV. Bintang Terang termasuk unsur kesengajaan. Kata Kunci: pertanggungjawaban pidana korporasi, perniagaan ilegal, satwaCorporate Liability for illegally trading Protected Animals Muhammad Reza Fahmil Hakim Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Abstrak Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam satwa endemik yang dilindungi. Oleh karenanya, banyak orang terlebih korporasi yang menjadikan satwa yang dilindungi berstatus langka sebagai sumber pendapatan dengan cara meniagakan satwa langka tersebut kemudian menjualnya dalam keadaan hidup atau mati. Permasalahan yang dikaji pada skirpsi ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai tindak pidana perniagaan ilegal terhadap satwa yang dilindungi serta bagaimanakah pertanggungjawaban pidana korporasi CV. Bintang Terang pelaku perniagaan ilegal satwa dilindungi. Skirpsi ini mengulas Putusan Pengadilan Negeri Jember dengan Nomor. 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR dengan menganalisis pertibangan hakim menjatuhkan pertanggungjawaban kepada pengurus bukan kepada korporasinya. Berdasarkan metode penelitian hukum normatif yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, menghasilkan analisis bahwa tindak pidana perniagaan ilegal terhadap satwa dilindungi pengaturan yuridisnya terletak dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan d J.o Pasal 40 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya yang selanjutnya disebut dengan UU KSDAE. Kesimpulan yang dapat diambil yakni secara yuridis subjek perniagaan ilegal satwa yang dilindungi “setiap orang” pada Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan d UU KSDAE tidak menjelaskan secara Ekplisit termasuk korporasi atau tidak, dalam Putusan Pengadilan Negeri Jember dengan No. 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR Terang pada dasar pertimbangan hakim kasus CV. Bintang termasuk kelalaian, tetapi secara yuridis dari teori-teori tindak pidana delik CV. Bintang Terang termasuk unsur kesengajaan. Kata Kunci: pertanggungjawaban pidana korporasi, perniagaan ilegal, satwaCorporate Liability for illegally trading Protected Animals (A study of Decision Number 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR) By Muhammad Reza Fahmil Hakim Faculty of Law Universitas Brawijaya Abstract Indonesia is home to diverse protected endemic species, and this strategic condition has attracted people or even companies to trade the animals, dead or alive, to earn more profits, ending up making them endangered. This research investigates how this animal illegal trading is regulated and how corporate liability of CV Bintang Terang involved in the illegal trading is performed, in which the judge’s consideration of giving the liability to the person in charge, not to the company, is analysed. With normative legal method, the research result reveals that this illegal animal trading is juridically governed in Article 21 Paragraph (2) letter a and d in conjunction with Article 40 Paragraph (2) and Paragraph (4) of Law Number 5 of 1990 concerning Conservation of biological natural resources and their ecosystem (hereinafter UU KSDAE). It further concludes that the phrase “every person” in Article 21 Paragraph (2) letter a and d of UU KSDAE is not further elaborated over whether this phrase refers to a person or a company. The Decision Number 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR asserts that this trading done by the company is negligence, but juridically, in reference to theories about criminal offenses, this illegal trading is intentional. Keywords: corporate liability, illegal commerce, animals Indonesia is home to diverse protected endemic species, and this strategic condition has attracted people or even companies to trade the animals, dead or alive, to earn more profits, ending up making them endangered. This research investigates how this animal illegal trading is regulated and how corporate liability of CV Bintang Terang involved in the illegal trading is performed, in which the judge’s consideration of giving the liability to the person in charge, not to the company, is analysed. With normative legal method, the research result reveals that this illegal animal trading is juridically governed in Article 21 Paragraph (2) letter a and d in conjunction with Article 40 Paragraph (2) and Paragraph (4) of Law Number 5 of 1990 concerning Conservation of biological natural resources and their ecosystem (hereinafter UU KSDAE). It further concludes that the phrase “every person” in Article 21 Paragraph (2) letter a and d of UU KSDAE is not further elaborated over whether this phrase refers to a person or a company. The Decision Number 32/Pid.B/LH/2019/PN.JMR asserts that this trading done by the company is negligence, but juridically, in reference to theories about criminal offenses, this illegal trading is intentional. Keywords: corporate liability, illegal commerce, animals
- Correction
- Source
- Cite
- Save
- Machine Reading By IdeaReader
0
References
0
Citations
NaN
KQI