Terapi naratif untuk menurunkan kecemasan sosial

Kecemasan sosial dipengaruhi oleh keyakinan diri negatif individu dalam interaksi sosial, dikuatkan pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu, yang kemudian membentuk topik utama narasi tentang ketidakberdayaan.Terapi naratif bertujuan membantu mengurai pengalaman dan cerita kehidupan untuk dipahami dan dimaknai dari sudut pandang yang lebih positif, untuk menurunkan kecemasan sosial. Terapi ini diterapkan pada Y yang memenuhi kriteria partisipan, dalam 8 sesi terapi individual. Y diseleksi menggunakan Skala Kecemasan Sosial-Revisi (SKS-R). SKS-R diberikan pada awal dan akhir terapi, dengan 2 kali tindak lanjut. Skor SKS-R menunjukkan penurunan kecemasan sosial yang signifikan, dari skor awal 226 (sangat tinggi) menjadi 112 (sangat rendah) di akhir terapi, meski frekuensi perilaku aman yang diamati menggunakan lembar Observasi Perilaku Aman (OPA) berubah-ubah setiap sesi. Analisis naratif dari transkrip verbatim percakapan dan Diari Pelaporan Diri (DPD) menunjukkan perubahan topik utama narasi, yang sebelumnya didominasi oleh ketidakberdayaan menjadi pemberdayaan dan keyakinan diri melawan kecemasan, didukung oleh penguatan komitmen Y terhadap terapi. Pembayangan negatif berupa �Miss Panic� dan �Miss Sensitive� berhasil dihapus. Kesimpulannya yaitu terapi naratif dapat menurunkan kecemasan sosial pada Y. Penelitian mendatang diperlukan untuk mengetahui reliabilitas terapi dan sumbangan efektif teknik yang digunakan pada keberhasilan terapi. Social anxiety is influenced by one�s negative self belief within social interaction and strengthened by unpleasant experiences in the past, which lead to the forming of narrative tone about helplessness. Narrative therapy is aimed to explore experiences and other life stories, to be well-understood and meaningfull from different positive point of view, so it can decrease the level of social anxiety. This therapy is applied to client Y, who pass the inclusive criteria for selectedparticipant, in 8 sessions of individual setting of therapy. Y was selected using Skala Kecemasan Sosial-Revisi (SKR-R). SKS-R was given before and after therapy, and twice in the follow up session after therapy. SKS-R score shows significant decrease in Y�s social anxiety level from 226 (very high anxiety) to 112 (very low anxiety) in the end of therapy, even though safety behaviors frequency, which is observed using Observasi Perilaku Aman (OPA), shows unstable score per session. Narrative analysis of conversation transcript and self-report diary (DPD) shows the tranformations of narrative tone, which is before dominated by helplessness turn in to empowerment and self esteem to fight against anxiety, supported by Y�s reinforced-commitment for therapy. Negative imagery of �Miss Panic� and �Miss Sensitive� is deleted. The conclusion is narrative therapy can decrease the level of Y�s social anxiety. Further research is needed to be held to find out therapy�s reliability and effective contribution of therapy techniques to its success.