Pabrik Natrium bikarbonat dari natrium karbonat dan CO2 ini direncanakan
berproduksi dengan kapasitas 115.000 ton/tahun dengan 330 hari kerja dalam 1
(satu) tahun. Lokasi pabrik direncanakan berada di daerah Jawa Timur, Kabupaten
Tuban dengan luas tanah yang dibutuhkan adalah 42.000 m2. Jumlah tenaga kerja
yang di butuhkan untuk mengoperasikan pabrik sebanyak 200 orang dan bentuk
badan usaha yang direncanakan adalah perseroan terbatas (PT) dan bentuk
organisasinya adalah organisasi garis dan staf. Natrium bikarbonat dibuat dengan
proses bikarbonat murni, dimana menggunakan bahan baku natrium karbonat
99,8% serta bahan penunjang lainnya berupa CO2 100% dan air sebagai pelarut.
Konversi untuk reaksi ini sebesar 98%, tahap proses pembuatan natrium bikarbonat
meliputi tahap persiapan bahan baku, tahap reaksi pembentukan natrium bikarbonat
dengan menggunakan reaktor gelembung dan reaksi berlangsung eksotermis, serta
tahap pemurniaan produk dengan cara filterisasi dan pengeringan. Produk yang
dihasilkan adalah natrium bikarbonat dengan kemurnian 99,9% dan impuritas
berupa air.
Hasil analisa terhadap aspek ekonomi Natrium Bikarbonat, adalah :
a. Total modal investasi : Rp. 3.440.861,31,-
b. Biaya Produksi : Rp. 2.124.242,8,-
c. Hasil penjualan : Rp. 1.811.338.512.984,-
d. Return on Investment (ROI) : 33,42%
e. Pay Out Time (POT) : 2,81 tahun dari masa konstruksi
f. Break Even Point (BEP) : 35,15% dari kapasitas terpasang
Dari hasil analisa aspek ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa
prarancangan pabrik pembuatan Natrium Bikarbonat berkapasitas 115.000
ton/tahun layak untuk didirikan.
The farther the distance between sender and receiver in the mobile communication will be resulted in the losses (pathloss) signals that occur along the transmission line, which will affect the quality of the signal to be received. So that needs to be calculated losses (pathloss) for 4G LTE technology network in the city of Aberdeen to determine the pathloss increase with the addition of the distance between nodes E B- MS. In determining the loss signal used propagation model COST 231 because according to the frequency of 4G LTE 1800 MHz and for an urban area in this study was calculated losses (pathloss) signal 4G LTE with distance variation antenna transmitter (E node B) of the recipient ( mobile station) is 1 km, 5 km, 10 km, 15 km, 20 km, with a transmitter antenna height of 24 meters. From the results of the calculation, the greater the distance between the transmitter antenna towards the receiver pathloss value is the greater of 138.8853 175.4915 dB to dB. Meanwhile, if the receiver antenna height is enlarged to the distance d between the eNodeB with MS remain the pathloss value to decrease.Keywords: 4G LTE, pathloss, model propagasi C0ST 231 Abstrak-Semakin jauh jarak antara pengirim dan penerima dalam komunikasi seluler akan mengakibat terjadinya rugi-rugi (pathloss) sinyal yang terjadi disepanjang saluran transmisi, yang akan mempengaruhi kualitas sinyal yang akan diterima. Sehingga perlu dilakukan perhitungan rugi-rugi (pathloss) untuk jaringan teknologi 4G LTE di kota Balikpapan untuk mengetahui peningkatan pathloss dengan penambahan jarak antara E node B- MS. Dalam menentukan rugi-rugi sinyal digunakan model propagasi COST 231 karena sesuai dengan frekuensi 4G LTE yaitu 1800 MHz dan untuk wilayah urban Dalam penelitian ini dihitung rugi-rugi (pathloss) sinyal 4G LTE dengan variasi jarak antenna pemancar (E node B) terhadap penerima (mobile station) yaitu 1 km, 5 km, 10 km, 15 km, 20 km, dengan ketinggian antenna pemancar 24 meter. Dari hasil perhitungan didapatkan semakin jauh jarak antara antena pemancar terhadap penerima maka nilai pathloss semakin besar yaitu dari 138.8853 dB menjadi 175.4915 dB. Sedangkan jika tinggi antena penerima diperbesar dengan jarak d antara eNodeB dengan MS tetap maka nilai pathloss menjadi menurun.Kata Kunci : 4G LTE, pathloss, model propagasi C0ST 231
Latar Belakang : Kepatuhan jadwal pemberian vaksinasi menjadi faktor tercapainya keberhasilan program penanggulangan kasus COVID-19. Faktor penentu yang mempengaruhi pemberian vaksinasi adalah perilaku masyarakat berdasarkan teori perilaku Health Belief Model terdapat 3 kategori yaitu persepsi individu, faktor modifikasi (usia, pendidikan, sosial-budaya-agama, dan cues to action ), dan kemungkinan tindakan (manfaat dan hambatan). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan lansia dalam pemberian vaksinasi di Puskesmas Kota Tegal tahun 2022. Metoda : Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional . Populasi lansia di wilayah Kota Tegal yang sudah vaksinasi COVID-19 sebanyak 85 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 85 lansia. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, dengan faktor yang dianalisis yaitu karakteristik lansia sosiodemografi lansia (usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, status ekonomi), persepsi penerimaan vaksin, kerentanan/ keseriusan penyakit yang diderita lansia, isyarat untuk bertindak, hambatan yang dirasakan lansia, manfaat yang dirasakan lansia. Hasil : Setelah dilakukan penelitian terdapat sebanyak 46 (54,1%) dari 85 lansia yang patuh dalam pemberian vaksinasi COVID-19. Faktor yang mempengaruhi yaitu jenis kelamin ( p =0,696), pendidikan terakhir ( p =0,817), agama ( p =0,275), alamat ( p =0,062), kerentanan ( p =0,473), isyarat untuk bertindak ( p =0,849), manfaat yang dirasakan ( p =0,042). Berdasarkan analisis multivariat, faktor yang paling berpengaruh adalah manfaat yang dirasakan lansia. Sehingga, perlu kerjasama baik antara tenaga kesehatan dengan para ahli untuk memberikan solusi dalam menjelaskan manfaat yang dirasakan oleh lansia dalam pemberian vaksin COVID-19. Kata Kunci : COVID-19, Lansia, Vaksin
ABSTRAKBakteri membentuk bioflok, menghasilkan protein mikroba dan memungkinkan untuk mendaur ulang protein pakan yang tidak terpakai. Flok terdiri atas organisme seperti bakteri, plankton, jamur, alga, dan partikel tersuspensi yang mempengaruhi struktur dan nutrisinya. Pembentukan bioflok bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien, menghindari stres lingkungan dan predasi. Akuaponik merupakan kombinasi sistem akuakultur dan hidroponik yang saling menguntungkan untuk mengatasi masalah kualitas air di lingkungan akuakultur. Sistem bioflok yang digabungkan dengan sistem akuaponik dapat mengurangi pergantian air dalam sistem budidaya sehingga lebih ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui performa bioflok pada sistem bioflok akuaponik ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan yaitu P1 (tanpa probiotik/netral), P2 (probiotik EM4) dan P3 (probiotik Sukses Tani). Pengembangan sistem bioflok akuaponik menggunakan model RnD Borg dan Gall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai nutrisi bioflok bervariasi dengan nilai protein P0 6,19 %; P1 2,59%; dan P2 3,46%. Nilai lemak pada masing-masing kelompok perlakuan adalah P0 0,2%; P1 0,97%; danP2 0,43%. Untuk nilai karbohidrat pada masing-masing perlakuan adalah P0 1,46%; P1 1,98%; dan P2 1,93%. Hasil pengukuran kualitas air dinyatakan layak untuk pengembangan sistem bioflok akuaponik sesuai SNI 7550:2009. Hasil uji homogenitas varians menunjukkan ketiga perlakuan bersifat homogen dan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa Fhitung>Ftabel 5% (4,07) dan >Ftabel 1% (7,59). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian probiotik komersil dapat meningkatkan performa bioflok terutama kualitas air pada sistem bioflok akuaponik ramah lingkungan. Kata kunci: akuaponik; bioflok; performa; ramah lingkungan ABSTRACTBiofloc performance on environmentally friendly biofloc-aquaponic system. Bacteria form biofloc, produce microbial protein and make it possible to recycle unused feed protein. The floc consists of organisms such as bacteria, plankton, fungi, algae, and suspended particles that affect the structure and nutrients of biofloc. The formation of biofloc aims to increase nutrient utilization, avoid environmental stress, and predation. Aquaponics is a mutually beneficial combination of aquaculture and hydroponic systems to solve water quality problems in aquaculture environments. Biofloc combined with aquaponics systems can reduce water turnover in cultivation so this technology is claimed as environmentally friendly. The purpose of this study was to determine the biofloc performance of environmentally friendly aquaponic-biofloc systems. This research used three groups, P1(without probiotic/neutral), P2 (probiotic EM4) and P3 (probiotic Sukses Tani). The development of the aquaponic-biofloc system using the Borg and Gall RnD models. The results showed that the nutritional values of biofloc were varied with protein are P0 6,19%; P1 2,59%; and P2 3.46%. For fat, there also differences among groups, for P0 0,2%; P1 0,97%; and P2 0;43%. For carbohydrates were P0 1,46;, P1 1,98%; and P2 1.93%. The results of the water quality measurement are declared feasible to development of environmentally friendly aquaponic-biofloc system suitable with SNI 7550:2009. The results of the homogeneity varians test showed that the three treatments are homogen and analysis of variance showed that Fcount > Ftable 5% (4,07) and > Ftable 1% (7,59). It is showed that both commercial probiotic improve performance of biofloc in environmentally friendly aquaponic biofloc systems, especially for water quality. Keywords: aquaponics; biofloc; environmentally friendly; performance
Penggunaan antena MIMO 2x2, memiliki jangkuan area 717,258 km2, signal level -69.72 dBm, C/(N+I) 5.08 dB, throughput 11,803.4 kbps, RSRP sebesar -115.88 dBm dan BLER 0.03. Penggunaan antena MIMO 4x4, memiliki jangkuan area 726,432 km2, signal level -69.5 dBm, C/(N+I) 5.58 dB, throughput 11,803.01 kbps, RSRP sebesar -115.64 dBm dan BLER 0.02. Penggunaan antena MIMO 8x8, memiliki jangkuan area 726,432 km2, signal level -69.5 dBm, C/(N+I) 6.1 dB, throughput 12,564.1 kbps, RSRP sebesar -115.64 dBm dan BLER 0.02. Pada penggunaan antena MIMO 2x2 , 4x4 dan 8x8 dari jangkauan area, ketiga jenis nya tersebut dapat menjangkau wilayah Balikpapan.Kata kunci: 4G LTE, , MIMO, signal level, RSRP
ABSTRACT Citrus aurantifolia is known contains flavonoid compound and high Vitamin C. One of the effects of flavonoid and Vitamin C are antioxidant. This research aims to knowing the antioxidant activity of citrus aurantifolia etanolic extract by using the DPPH (1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil) method and to knowing the active compound that containing whithin. The research was done by making level series of citrus aurantifolia etanolic extract, they were 10, 20, 40 and 80 μg/ml. As a standard of comparison was used vitamin C with concentrations 1, 2, 4 and 8 μg/ml. As a blank was used DPPH 0,1 mM. The antioxidant activity test was done by the DPPH method. The achieved data was counted to know it’s antioxidant activity. The statistical analysis was used T-Test. To know IC50 (Inhibition Concentration)50 was used the probit analysis and to know it’s active compound content was done an identification with TLC (Thin Layer Chromatography). The result of the research shows that etanolic extract of citrus aurantifolia has antioxidant activity IC50 about 54,458 μg/ml and 4,768 μg/ml for vitamin C. The statistical test result of antioxidant activity shows that there is no any significant difference. The TLC result shows that compound contained in etanolic extract of citrus aurantifolia are flavonoid and Vitamin C. Keywords: Citrus aurantifolia extract, DPPH method, antioxidant and IC50.
ABSTRACTFree radicals are suspected as triggers of various degenerative diseases. Antioxidants are compounds that can counteract free radicals. This study aims to determine the antioxidant activity by DPPH method and analyze the active compounds contained in romaine lettuce extract (Lactuca sativa var Longifolia) and lactuca sativa var Crishpa lettuce extract (Lactuca sativa var Crishpa). Romaine lettuce and and lactuca sativa var Crishpa was done extraction with a maceration method using 70% as ethanol solvent. The concentration of extract used was 12.5; 25; 50; 100; 200 and 400 ppm and vitamin C concentrations as comparison was 0.5; 1; 1.5; 2; 2,5 and 3 ppm tested its antioxidant activity by DPPH method by spectrophotometry visible, until IC50 value was obtained. The identification of the active compound was performed by phytochemical screening and Thin Layer Chromatography (TLC). The results showed that romaine lettuce has IC50 value of 151,1515 ppm and lactuca sativa var Crishpa has IC50 value of 183,7560 ppm and vitamin C value was 1,7005 ppm. The chemical compounds contained in romaine ethanol extract and lactuca sativa var Crishpa lettuce extract are alkaloids, phenols and flavonoids.Keywords: Antioxidant, DPPH, IC50, TLC, Romaine, Lactuca sativa var Crishpa
Corrosion is a decrease in the quality of a material or metal due to electrolyte reactions in the environment that affect the life of the material. Corrosion rate is the speed of propagation or speed of decline in the quality of a material with time. Corrosion processes occur in acidic environments, sea water, rain water, and soil are the result of chemical reactions that are also caused by electrochemical processes. The purpose of this study is to determine the corrosion resistance of aluminum metal to variations in the solution of Methanol (CH3OH). This study uses aluminum plates that will be immersed 5 days with a solution of Methanol (CH3OH). How to collect data by testing the Scanning Electron Microscopy (SEM) on each aluminum plate specimen that has been treated with corrosion by heating at a temperature of 60 oC. Methanol solution is one of the factors causing corrosion of metals. If in the free environment, air, temperature, and acidic substances are most commonly found as a factor causing corrosion. The increased corrosion rate is due to the higher concentration of the cause of corrosion. In this discussion Methanol as the concentration used, and aluminum as the metal tested.
Kurangnya akses penerangan di wilayah RT 39 Kelurahan Manggar Kota Balikpapan berakibat sering terjadinya kecelakaan lalu lintas bagi pengendara yang melintasi jalan dan tindak kriminal pada malam hari atau kondisi gelap. Ditemukan juga kondisi, pelaku-pelaku UMKM, sebagian besar menggunakan promosi konvensional untuk pemasaran usaha atau produknya. Berdasarkan hal tersebut, tim Pengabdian Kepada Masyarakat Bina Desa berupaya memberikan solusi dengan penerapan sistem solar sel sebagai penerangan lampu jalan pada RT 39 dan kegiatan Pelatihan Penggunaan Digital Marketing bagi pelaku UMKM sebagai media promosi usaha. Hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian telah terpasang dan berfungsi dengan baik 2 unit lampu penerangan jalan berbasis panel surya di RT 39 dan telah terlaksana kegiatan sosialisasi terkait panel surya dan cara pemeliharaannya. Telah dilaksanakan juga kegiatan pelatihan pemanfaatan digital marketing kepada pelaku UMKM di wilayah Manggar yang mendapat respon positif dari peserta. Pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat bina desa ini juga dilakukan serah terima 2 Unit Lampu penerangan jalan desa berbasis panel surya kepada pihak kelurahan yang langsung diterima oleh Lurah Manggar Balikpapan. Hasil analisa pretest dan posttest menunjukkan peningkatan sebesar 20% pengetahuan peserta terkait panel surya dan penggunaannya, peningkatan 70% terkait pengetahuan tentang digital marketing, peningkatan 30% terkait peserta akan menggunakan media sosial untuk altenatife promosi usaha atau dagangnya.